Thursday 25 May 2017

HAKIKAT CINTA (MAHABBAH)

Cinta adalah pohon yang baik/subur, akarnya menghunjam ke bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa. Buahnya tampak di hati, ucapan dan perbuatan. Seperti asap sebagai bukti adanya api, dan buah sebagai bukti adanya pohon, cinta juga mesti termanifestasikan dalam serangkaian tanda.

Imam Al-Ghazali berkata," Cinta adalah inti keberagaman. Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalau pun ada maqam yang harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari cinta saja."

Tapi apakah sebenarnya cinta yang dimaksud di sini? Yang dimaksud cinta disini adalah perasaan kemanusiaan yang amat luhur, amat mulia dan agung. Yang dimaksud cinta disini adalah cinta yang mengatasi segala hawa nafsu yang rendah, cinta yang dilandasi iman yang tulus ikhlas, sehingga mampu mengangkat derajat dan martabat manusia menuju Allah Swt. Bersama-sama para kekasih Allah, yang telah mencapai Makrifat.

 Itulah kaum yang hatinya telah penuh dengan kesadaran, ketaqwaan dan kakhusyu'an. Cinta yang telah merasuk ke seluruh jiwa dan raga. Demikian cinta mereka, sehingga tak ada lagi tempat dalam sela-sela jiwa dan raga mereka bagi orang-orang atau makhluk selain Allah. Dengan demikian maka cinta adalah api yang berkobar dalam hati, gerak akidah yang menjalar ke seluruh jiwa raga manusia karena menyambut panggilan Illahi.

Allah Swt berfirman dalam surah At-Taubah ayat 24 :

"Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta benda yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu kwatirkan akan merugi dan rumah tangga yang kamu senangi, jika semua itu lebih kamu cintai dari pada Allah Swt dan Rasul-Nya, dan berjihad pada jalan-Nya, maka tunggulah keputusan (hukum-Nya)."

Alangkah menyejukkan dan nikmatnya cinta Illahi. Dan alangkah indahnya hidup berlimpah cahaya illahi. Suatu hidup yang penuh kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan yang selalu di liputi kerinduan pada-Nya. Dengan demikian kebahagiaan tidak terletak pada kekayaan dunia yang fana ini. Tidak terletak pada makanan yang lezat, atau pakaian yang indah-indah, atau bahkan kemewahan. 

Cobalah kita lihat dan tanyakan berapa banyak orang kaya yang benar-benar merasakan kebahagiaan hakiki. Demikian pula betapa banyaknya orang yang menikmati makanan lezat, pakaian mahal, lalu tenggelam dalam kehidupan gila-gilaan, yang padahal mereka tidak bahagia dalam hidupnya. Kebahagiaan tidak akan mungkin terwujud hanya dengan meneguk kebahagiaan lahiriah, melainakan kebahagiaan hanya terwujud melalui hati yang mendapat cahaya Illahi, menghadapkan diri kepada-Nya dengan Khusyu' dan tawadhu, dengan dorongan cinta, taqwa dan prihatin.

Semoga saja Ibadah yang kita lakukan senantiasa didasari oleh kecintaan kepada Allah Swt sehingga hanya berharap rahmat dan ridhonya.Amin

Wallahu'alam